Selasa, 07 Juni 2011

Sapi Perah di Indonesia


Keberadaan sapi perah di Indonesia berawal  pada kebutuhan susu sapi segar bagi orang eropa yang bekerja di perkebunan-perkebunan milik belanda.  Ternak sapi perah pertama yang diimpor adalah jenis SapiHissar, yang didatangkan ke daerah Sumatra Timur, terutama di Medan dan Deli Serdang,  pada tahun 1885. Sapi Hissar ini kemudian dipelihara oleh peternak sapi yang berasal dari India, yang memang  telah lama menetap di daerah Sumatra Timur.  Walaupun produksinya sangat rendah, peternakan sapi yang sudah ada dapat mencukupi kebutuhan lokal.

Dalam perkembangannya, kebutuhan akan susu sapi terus meningkat sesuai dengan jumlah orang eropa yang datang ke Indonesia. Belanda kemudian memutuskan untuk mendatangkan sapi jantan jenis Fresian Holstein ke Pasuruan, Jawa Timur, pada tahun 1891.  Sapi pejantan ini digunakan untuk meningkatkan (grading-up)  sapi –sapi lokal menjadi sapi perah. Kemudian pada tahun 1900 kembali didatangkan sapi Fresian Holstein ke daerah Lembang, Jawa Barat. Yang kemudian berkembang pesat dan menyebar ke daerah-daerah lain di sekitar Jawa Barat.
Pada tahun 1939, 22 ekor sapi pejantan Fresian Holstein didatangkan ke daerah Grati , Pasuruan. Sapi ini melengkapi sapi perah jenis lain seperti : Milking ShorthornAyrshire dan Jersey, yang telah didatangkan sebelumnya dari  Australia.
Grading-up ini menghasilkan sapi perah bangsa baru yang nantinya dikenal dengan nama sapi Grati. Sapi jenis ini telah mendapat pengakuan Internasipnal sebagai bangsa sapi perah Indonesia. Namun karena tidak ada pembinaan, kemampuan produksi sapi Grati kian hari kian menurun, termasuk juga populasinya.
Pada tahun 1957, pemerintah mengimpor sapi perah jenis Red Danish dari Denmark. Sangat disayangkan populasi sapi jenis ini tidak juga dapat berkembang baik di Indonesia, karena peternak tidak menyukainya. Untuk memenuhi kebutuhan susu yang terus meningkat, pemerintah beberapa kali mengimpor sapi dari beberapa Negara seperti :
  • Tahun 1962, dari Denmark, jenis Friesian Holstein.
  • Tahun 1964, dari Belanda, 1.354 ekor sapi jenis  Friesian Holstein.
  • Tahun 1979, dari Australia dan Selandia baru, jenis Friesian Holstein.
Selama periode 1979 – 1984, jumlah sapi perah yang diimpor sudah mencapai 67.000 ekor.  Jumlah ini ternyata masih kurang, pada tahun 1988 kembali didatangkan sapi perah jenis Friesian Holstein dari Amerika Serikat dan Selandia Baru yang disebarkan di pulau jawa.
Tersebarmya sapi perah impor ini, akhirnya memang dapat menaikkan total produksi susu, tetapi tetap tidak maksimal seperti produksi susu di Negara asalnya. Penyebabnya adalah pemberian pakan dan tata laksanan pemeliharaan yang belum sempurna. Sapi-sapi impor ini juga  menyebabkan lahirnya sapi perah peranakan Friesian, yang tidak dapat disebut sebagai sapi bangsa baru, karena merupakan hasil perkawinan yang tidak direncanakan. Produksi susu dari sapi peranakan Friesian sangat rendah, akhirnya banyak dari sapi peranakan Friesian ini dijual belikan sebagai ternak sapi pedaging (sapi potong).
Penyebaran sapi perah di Indonesia, sesungguhnya tidak merata, karena mayoritas berada di beberapa propinsi di pulau Jawa, seperti di :
  • Jawa Barat : Pangalengan, Lembang, Kabupaten Bandung, Bogor dan Sukabumi.
  • Jawa Timur : Nongkojajar, Pujon, Batu dan Pasuruan.
  • Jawa Tengah : Boyolali, Ungaran, Salatiga, Solo.
  • DKI Jakarta.
Khusus untuk sapi perah yang berada di DKI Jakarta memang sudah tidak dapat dikembangkan dan dipertahankan lagi. Mengingat pengembangan DKI Jakarta sebagai kota metropolitan dimana sudah tidak ada lahan yang peruntukannya sesuai untuk peternakan
sumber : duniasapi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar